Selalu ada tapi di setiap kesempatan pertama. Dia malu-malu tapi mau, dia takut salah tapi rasa penasarannya tidak ingin kalah. Tulisan ini akan menjadi cerita singkat bagaimana saya memutuskan mendaftar magang di semester ke-2 perkuliahan.
Memasuki semester ke-2 sebagai mahasiswa jurusan Sosiologi, saya merasa sangat perlu mencoba banyak hal untuk terus bertumbuh dengan hal-hal yang saya sukai dan ilmu yang telah saya pelajari. Namun, memahami saya butuh waktu untuk mengamati orang lain sebelum melakukan interaksi dua arah terkadang membuat saya maju mundur untuk mencoba hal baru.
Saya takut salah, saya takut ditolak, saya takut dipandang buruk. Menariknya, bersembunyi karena rasa takut dan rasa takut karena terus-menerus bersembunyi, sama besarnya.
Ketika mendapat informasi tentang pendaftaran magang Humas Unila tahun ini, saya langsung tertarik dengan bidang yang telah menjadi hobi saya, tulis-menulis, bidang jurnalistik. Sempat menunggu beberapa hari untuk memberanikan diri, entahlah padahal hanya mendaftar tapi rasanya seperti harus naik panggung dan diperhatikan 100 ribu orang, padahal tidak.
Pada akhirnya saya memberanikan diri mendaftar dengan embel-embel "iseng" dan mengirimkan portofolio. Tiba-tiba sudah magang sekarang! Bagaimana bisa?! Ternyata rasa takut itu menyembunyikan banyak sekali hal baik, potensi, dan pengalaman yang tidak terduga kalau kita mau melawannya.
Karena pengalaman mendaftar magang ini, pandangan saya tentang rasa takut berubah. Ternyata rasa takut hadir agar kita tetap hidup. Berani mengambil keputusan atas hidup sendiri, memahami bahwa tidak ada orang yang bertanggung jawab atas bagaimana kamu menjalani hidup selain dirimu sendiri adalah hal penting.
Struggle or not struggle, we usually choose to not struggle. Bagaimana jika kita melakukan sebaliknya? Saya rasa memilih untuk berjuang melakukan hal-hal yang rasanya susah bagi kita adalah cara orang-orang yang kita anggap lebih hebat, lebih pintar, lebih berprestasi berteman dengan rasa takut. []
0 Komentar